Kemiri adalah seorang anak perempuan yang bersahaja. Ia baru saja menjadi seorang yatim piatu. Kemiri hidup sendiri. Namun, tak berapa lama ada seorang ibu dan anaknya yang bernama Seledri ingin menganggapnya sebagai keluarga. Kemiri senang karena ia memiliki ibu dan saudara perempuan yang sebaya.
Namun, kebahagiaan kemiri tidak lama. Oleh ibu dan saudaranya ia diperlakukan sebagai pelayan. Ia tidak diberi makan jika tidak melakukan semua pekerjaan rumah. Pagi-pagi sekali Kemiri ke pasar, ia berbelanja kebutuhan sehari-hari. Sepulang dari pasar Kemiri memasak makanan, lalu mencuci pakaian ke sungai. Kemiri menjadi seorang yang sangat kurus, namun ia sama sekali tidak memiliki dendam pada ibu dan saudaranya.
Semakin lama sang ibu semakin kejam padanya, hingga suatu hari Seledri dan ibunya memiliki sebuah rencana jahat. Mereka ingin menyingkirkan Kemiri untuk selamanya, agar harta warisan orangtua Kemiri, yakni rumah beserta isinya, jatuh ke tangan Seledri dan ibunya.
Pagi-pagi sekali Seledri dan ibunya menyuruh Kemiri pergi ke hutan lebat. Mereka minta diambilkan beberapa lembar daun yang akan dijadikan obat. Kemiri pun mematuhi perintah ibunya. Ia pergi ke hutan tanpa ditemani siapa pun. Setelah melihat Kemiri pergi, Seledri dan ibunya tertawa terbahak-bahak karena mereka yakin Kemiri tidak akan bisa kembali karena di hutan itu banyak binatang buas.
Sesampainya di dalam hutan, Kemiri kelelahan. Ia juga merasa lapar dan haus. Samar-samar ia melihat sebuah gubuk kecil yang sudah reyot. Kemiri pun berniat menumpang istirahat di gubuk kecil itu. Ternyata pemilik gubuk adalah nenek renta yang sedang sakit. Melihat seorang gadis datang, nenek tua itu pun merasa senang.
“Nek, bolehkah saya menumpang istirahat sejenak di gubuk Nenek?”
“Silakan, Cu, kebetulan sudah beberapa hari ini Nenek sakit. Kalau boleh, Nenek juga ingin meminta tolong padamu untuk menanak nasi. Nenek lapar sekali. Karena sakit, Nenek tidak
bisa memasak.” “Baik, Nek.” Kemiri merasa senang karena ke
betulan ia juga sedang lapar.
“Kalau boleh tahu, ada keperluan apa Cucu ke
hutan yang lebat ini?” “Saya mencari dedaunan untuk dijadikan obat, Nek.“
“Kau boleh mengambil dedaunan itu sebanyak yang kau mau, semuanya ada di halaman belakang rumahku. Anggaplah sebagai rasa terima kasih karena kau telah membantuku.”
Kemiri merasa senang, karena ia tidak perlu mencari lagi. Setelah merawat nenek renta dan memasak begitu banyak makanan enak, Kemiri pamit kepada nenek tersebut untuk pulang ke rumah. Namun, sebelum ia pulang. Nenek memberinya sebuah kendi yang terbuat dari tanah liat.
“Bawalah kendi ini pulang, jangan kau buka hingga kau sampai di rumah.”
“Baik, Nek.”
Sesampainya di rumah, Seledri dan ibunya terkejut melihat kemiri tidak dimakan binatang buas. Kemiri berhasil membawa begitu banyak dedaunan obat untuk ibunya. Ia juga membawa kendi pemberian sang nenek.
Seperti kata sang nenek, ia boleh membuka kendi itu jika sudah tiba di rumah. Di hadapan Seledri dan ibunya, Kemiri membuka kendi itu. Betapa terkejutnya mereka saat melihat isi kendi. Ada biji-biji emas dan perak yang bentuknya menyerupai buah kemiri.
Seledri pun iri melihat saudaranya mendapat hadiah emas dan perak. Ia pun merencanakan sesuatu bersama ibunya. Ia mengikuti jejak Kemiri, pergi ke hutan berpura-pura mencari daun obat. Seledri melihat gubuk kecil, seperti yang dikatakan Kemiri. Seledri berpura-pura kelelahan dan minta nenek renta itu untuk mengizinkannya beristirahat.
Nenek pun mengizinkan Seledri untuk beristirahat. Ia juga meminta Seledri untuk membantunya menanak nasi. Seledri pun melakukan pekerjaan yang diperintahkan sang nenek. Dengan berat hati ia ke sumur untuk mengambil air yang akan digunakan untuk mencuci beras. Saat tiba di sumur, Seledri melihat begitu banyak kendi berjejer di dekat sumur. Kendi itu memiliki bentuk dan warna yang sama dengan kendi berisi emas dan perak yang dibawa oleh Kemiri.
Tanpa pikir panjang, Seledri mengambil kendi-kendi itu dan pergi secepatnya. Jika ia menunggu nenek itu yang memberikan, maka ia hanya mendapat satu kendi. Oleh karena itu, Seledri membawa semua kendi yang ada agar ia mendapatkan emas dan perak yang banyak.
Di tengah perjalanan, ia kesulitan membawa kendi-kendi yang banyak.
Ia pun berpikir untuk memecahkan kendi-kendi itu dan mengambil emas dan peraknya saja agar dapat dibawa dengan mudah. Dengan tidak sabar ia memecahkan semua kendi-kendi itu, namun bukan emas yang ada di dalamnya, melainkan ular-ular berbisa, beserta kelabang dan lipan.
Kemiri dan ibunya yang menunggu Seledri terlihat cemas, karena sudah petang namun Seledri tak kunjung pulang. Sang ibu menyusul Seledri ke hutan. Di hutan ia melihat begitu banyak ular, kelabang, dan lipan yang menyerang Seledri. Ia juga akhirnya tak luput dari serangan binatang melata itu. Kemiri kini hidup bahagia karena sudah tidak ada lagi orang yang jahat padanya.