Pak tani bertopi hitam tengah beristirahat di bawah pohon karena kelelahan. Pak tani mengibaskan topinya untuk membuat angin dan mengusir panas yang menyerang tubuhnya. Tanpa ia sadari, saat ia tengah melamun, seekor kera membawa lari topi miliknya.
Sejak saat itu ia tidak pernah melihat topi miliknya lagi. Entah di mana kera menyembunyikan topi itu. Yang jelas sejak ia tidak memakai topi hitam itu, ia menjadi gundah gulana, semangat bertaninya hilang. Setiap malam ia juga sulit tidur karena memikirkan topi itu berada di mana.
Petani merasa, topi itu adalah penyemangat hidupnya. Topi itu juga topi keberuntungannya. Sejak saat itu, hasil panen petani menjadi berkurang, bahkan lama-kelamaan ia tidak panen sama sekali. Petani pun pergi mencari topi itu, ia berjalan masuk hutan dan keluar hutan.
Suatu ketika, ia bertemu dengan seorang pengemis. Pengemis itu lumpuh. Ia berdiri dengan kedua tongkatnya. sementara wajahnya tertunduk dan tangannya memegang topi yang dibalik. Ini ia lakukan karena ia menggunakan topi itu sebagai tempat menampung uang pemberian orang yang iba padanya.
Yang menarik perhatian petani adalah pengemis itu memegang topi yang sangat mirip dengan topi miliknya. Warna hitamnya yang sudah memudar, juga di beberapa bagian ada yang bolong. “Ah, itu pasti milikku,” gumam petani.
Ia pun mendekati pengemis. Pengemis mengira ia akan diberi uang. Namun, petani langsung meminta pengemis menyerahkan topi miliknya. Pengemis menolak, karena ia berpikir, sejak topi itu berada di tangannya, banyak orang yang iba padanya, sehingga banyak yang memberinya uang.
“Aku kan tidak mencuri darimu. Seekor kera menjatuhkan topi itu saat aku tengah bersandar di sebuah pohon. Aku pun mengambil topi yang jatuh itu.”
“Itu topi yang sudah lama aku cari. Tanpanya aku tidak bisa memanen padi, karena topi itu adalah topi keberuntunganku. Semua padipadiku habis dimakan tikus.”
Pertengkaran semakin sengit, keduanya saling menarik topi yang sudah usang itu. Karena topi itu sudah lama dan rapuh, topi itu akhirnya terbelah menjadi dua bagian. Petani dan pengemis pun hanya terdiam dengan mulut menganga.
Kini tidak ada seorang pun di antara mereka yang bisa memiliki topi itu. Keduanya bertengkar lagi, saling menyalahkan penyebab rusaknya topi itu. Hingga seorang penjual topi mendekati mereka berdua yang semakin memanas.
“Aku merasa tidak asing dengan topi itu, topi itu dijual ayahku saat aku masih kecil. Ia membuat topi itu sendiri. Aku selalu ikut ke mana pun ia pergi menjajakan topi-topinya.”
Petani dan pengemis kaget dengan kedatangan penjual topi. Ia membawa banyak topi yang bentuk dan warnanya sama dengan topi yang mereka perebutkan. Hanya bedanya, topi yang dibawa oleh penjual topi, bentuknya masih baru dan warnanya masih pekat.
“Tidak ada yang istimewa dengan topi buatan ayahku itu. Mungkin hasil panenmu berkurang karena kau terlalu fokus memikirkan hilangnya topi milikmu itu, Pak Tani. Sementara, kau, Pengemis, tanpa topi itu aku yakin uang yang kau dapat setiap harinya tidak akan berkurang. Aku akan memberi kalian masing-masing satu, silakan pilih topi mana yang kalian suka.”
Petani sangat senang. Ia pun pulang dengan membawa topi baru. Ternyata benar apa yang dikatakan penjual topi. Bukan topi itu yang menentukan hasil panennya. Jika ia giat bekerja dan tidak memikirkan sesuatu hingga berlarut-Larut, hasil panennya bagus juga. Sementara pengemis, ia malu mengemis lagi. Ia bekerja pada penjual topi, membantunya menjual topi-topi miliknya